Patah hati, sakit hati, hati-hati dengan hati





Baru sempet posting lagi, setelah terakhir gue posting waktu sebelum lebaran, pas mudik kemarin ada niat mau nulis tentang perjalanan mudik, tapi deadline dan berbagai macam kegiatan membuat niat itu terurungkan. Jadilah hari ini gue posting.

Sedikit cerita waktu gue mudik kemarin, ada banyak hal sebenernya yang gue alami, mulai dari kendala motor rusak diperjalanan, salah masuk rumah makan waktu jam makan siang, sampai melongok ngelihat sekilas sepasang pemudik yang berantem. Tapi, gue mau cerita waktu ngelihat pasangan pemudik yang berantem.

"Setiap pemudik memiliki pasangannya masing-masing, kecuali gue."

Siang itu panas sangat terik sekali, perjalanan masih cukup jauh untuk menuju kampung halaman, gue pulang ke kampung halaman sendiri, iya gue sendirian. Jangan pernah tanya kenapa gue sendiri melewati dua belas jam perjalanan itu, oke, sip.

Dan adegan itu pun terjadi setelah gue menenggak seperempat cangkir minuman dingin, pertengkaran hebat itu mulai memanas ketika mereka tak saling acuh, saling menyalahkan, dan saling menyalahkan, terdengar jelas teriakan-teriakan kecil diantara mereka berdua.

Ya, menyalahkan adalah usaha terbaik ketika kita sedang bertengkar, padahal seharusnya ketika ada sebuah pertengkaran atau perbedaan pendapat, kita harus menerima itu dengan ikhlas, bukan seperti itu janji kita sebelum berpacaran? Tapi seolah janji-janji diawal pacaran sudah tak ada lagi ketika sebuah perbedaan dan ego tak bisa diredam.

Sampai pada akhirnya wanita itu meneteskan air mata, kemudian pergi meninggalkan tempat dimana mereka bertengkar, lalu pria itu mencoba menahan, tapi dengan sekuat tenaga wanita itu menepisnya, berjalan tanpa peduli menjauh. Gue yang ngelihat adegan demi adegan itu cuma bisa berfikir, dulu gue pernah jadi aktor dari adegan itu, iya dulu.

                Dan patah hati tak akan pahit jika tak dirasakan.
                Itu tentang mudik gue kemarin.
                Sekarang tentang kegelisahan gue.

Entah kenapa kita selalu mengejar yang berlari, mengabaikan yang menanti. Kita selalu dan selalu ada banyak waktu untuk mengejar seseorang yang terus berlari, berlari dari tempat ia berdiri, berpindah di satu tempat ke tempat lainnya, hingga tak pernah mengganggap kita ada.

Sedangkan seseorang yang menanti, selalu kita abaikan, bahkan semua waktu luang kita tak cukup untuk menanggapi seseorang yang sudah menanti lebih dari ratusan kali perputaran jarum jam dinding. Mata kita dibutakan oleh cinta, sesuatu yang tidak nyata, tapi sangat terasa akibatnya, seperti patah hati dan hal-hal lain yang menyakitkan.

Ada banyak seseorang yang sudah menanti kita, merelakan waktu yang begitu panjang untuk menunggu, tapi tak pernah ada bahkan tak pernah terjadi sebuah pertemuan kecil. Ya sebuah pertemuan kecil yang sudah kita rencanakan bersama seseorang tak akan pernah terjadi, hal itu hanya sebatas rencana saja. Karena seseorang yang kita rencanakan selalu mengejar yang berlari, bukan menunggu.

Hingga akhirnya patah hati lagi, dan lagi.

Entah kenapa ketika kita sudah patah hati, malah hal itu menjadi candu, kita selalu mengabaikan yang baik, mengejar lagi yang sudah membuat air mata tertetes mengalir di wajah. Seseorang yang sudah membuat kita patah hati adalah seseorang yang sulit kita lupakan, hal itu semacam susah move on.

Lalu pada akhirnya lagi setelah seseorang itu kita dapatkan kembali, maka cepat atau lambat akan ada air mata lagi karenanya, kalau boleh berharap kita tak ingin adanya patah hati, tapi tentang itu sudah menjadi jalan kemana cinta bermuara.

Kegelisahan gue adalah, jatuh cinta bukan disitu-situ melulu, kalau sudah tidak cocok kenapa harus dipaksakan, kalian tahu jika sesuatu hal yang dipaksakan tak akan menjadi baik.


Coba kita pikirkan baik-baik dan berulang, agar tak ada tetes air mata yang terjatuh kepada orang yang salah. :')


Posting Komentar

0 Komentar