Dia Sudah Menemukan Hati Lain, Sedangkan Gue?



“Jadi gimana Win cewe gue yang kemaren?” kata teman yang sedari menggandeng wanita terduga cewenya itu ketika sedang makan bersama malam lalu.

“Hmm, gimana apanya sih?” balas gue datar.

“Iya, menurut lo gimana? Cakep? Terus lo udah percaya kan?” ia kekeh mempertanyaakan hal itu.

“Iya.” jawab gue singkat.

“Iya? Doang?”

“Terus apa lagi? Gue musti gimana? Musti lari-larian setengah telanjang muterin mall Bekasi Squer sambil teriak, “cewe lo cakep, cewe lo cakep, gitu?”

“Kalem masbro, kalem, ternyata efek jomblo single membuat lo jadi gila ringan ya!” kata dia sedari menepuk pundak gue. Gue menepisnya, apa-apaan di *pukpuk* gitu, biasanya juga gue yang *pukpuk-in* orang, ini kenapa jadi gue yang *di-pukpuk-in*.

Gue menghela napas panjang.

Perbincangan singkat itu terjadi ketika kami sedang mencari tempat makan, seorang teman dengan tidak mempunyai wajah berdosa memperbincangkan hal serupa dengan antusias. Lalu gue seperti terdakwa yang harus menjawab pertanyaan-pertanyaan yang secara tidak langsung membodohi gue.

“Yaelah, galau lagi, makanya cari pacar.” kata teman yang dari tadi belum puas ngeledekin gue.

“Hmm.” balas gue ketus.

Gue tahu, menemukan hati itu gak mudah dan gak sulit, memang. Tapi kadang apa yang kita mau dengan apa yang akan kita miliki selalu jauh dari harapan. Seperti gue ingin memiliki dia, tapi dia ingin memiliki orang lain, memang sederhana, tapi konsep ini seperti hukum magnet yang ketika disamakan kutubnya malah saling menjauh. Entah apa hubungannya.

Waktu itu gue pernah nyoba nyari pacar, gue bela-belain minta dikenalin sama temen-temen yang lain, kenalan di twitter, facebook, blog dan segala media sosial lainnya, tapi tetap saja nihil, iya nihil. Lalu gue mempunyai konsep yang apik. Yang terpenting itu bukan mencari, tapi bagaimana membuat diri ini dicari. Nah, filosofi itu sederhana sekali bukan, menunggu datangnya cinta. Padahal yang gue tahu adalah, menunggu datangnya cinta itu seperti menunggu hujan di musim panas. Ya, mustahil.

Kemudian ada media blogger, disana gue mencoba menulis, menceritakan berbagai kejadian absurd yang gue alami, sesekali gue coba nulis tulisan fiksi disana, gue selalu berfikiran positif. Jika menulis akan membuat pembaca jadi terhanyut, lalu ketika terhanyut, beberapa fungsi otak mulai rusak dan secara tidak langsung mereka menghubungi gue lewat email dan ngajak ketemuan, kemudian kami cocok dan jadian. Sederhana, bukan?

Tapi apa yang gue bayangkan gak semudah itu, jangankan untuk berkunjung, mungkin untuk membaca penggalan kalimat pertama aja udah gak mau karena mereka tahu tulisan yang gue tulis tidak bermanfaat. KOK JADI CURHAT NYET!

Baik, kembali ke topik.

Gue sebagai manusia yang mensyukuri keadaan gak akan ngeluh lagi, meskipun dari teman-teman selalu membuat gue gondok menjadi 5KG. Gue tidak mempermasalahkan itu, mungkin saja mereka iri dengan kesendirian gue selama ini, yang kalau kemana-kemana gak musti ijin dulu sama pacar, wong nggak punya pacar, mau ijin sama siapa coba?

Yang gue tahu dari jatuh cinta itu adalah, ketika dua orang manusia yang berbeda jenis saling merasakan rasa yang berbeda ketika terjadi sebuah pertemuan kecil, entah disengaja atau tidak disengaja. Jatuh cinta itu indah, seindah taman bunga cibubur, tapi jatuh cinta juga kelabu, seperti mendung disore hari. Ya, jatuh cinta adalah sebuah paket, dimana isinya terdiri dari indah dan kelabu, sebuah kolaborasi rasa yang tidak bisa dipisahkan lagi dari takdir cinta. Ketika kita siap untuk jatuh cinta, maka dengan otomatis kita siap untuk patah hati.

Seyogyanya jatuh cinta adalah patah hati yang tetunda.

Ketika kita hendak jatuh cinta, kita selalu curang. Kita selalu bersembunyi dibalik topeng, menampakannya yang baik dan menyembunyikan yang buruk. Padahal jatuh cinta adalah tentang menerima apa adanya, bukan sebuah kepura-puraan saja. Kepura-puraan hanya membuat kisah indah terlukis dengan sia-sia saja. Hal ini disebuat dengan PDKT kalau bahasa gaulnya, atau “Pendekatan”.

Menemukan hati lain juga butuh waktu, tidak hanya memaksakan keadaan jika harus cepat memiliki hati lain, hati atau perasaan bukan tentang permainan petak umpet. Kalau udah ketemu langsung jaga, bukan. Hati atau perasaan adalah dua hal yang dimiliki cinta, dan kebanyakan orang tidak bisa menerjemahkan apa artinya, gue pun seperti itu.

Ada yang bilang, “Terlalu lama menikmati kendirian adalah jatuh cinta yang mentok di hati mantan. ~ Radityadika” Jahat sekali dia. Tapi gue akan meluruskan, jika segala hal tidak harus dilakukan dengan cepat-cepat, semua hal harus dipikirkan dengan matang-matang.

Sebuah perpindahaan harus benar-benar dipikirkan dengan baik, pindah berarti memiliki hal baru, beradaptasi dengan lingkungan baru. Sama halnya pindah hati, harus beradaptasi dari awal lagi untuk saling mengenal, menempati ruang hati baru lagi. Kalimat yang gue baca dari novelnya Radityadika-Manusia Setengah Salmon. Gue setuju.

Lalu alasan gue masih sendiri adalah, masih mencari dan masih mencoba beradaptasi kepada seseorang yang gue anggap cocok, bukan memaksakan harus mempunyai cinta baru. Cinta bukan tempat persinggahan, dan bukan juga tempat pelarian. Sama aja!

“Nyari pacar itu mudah bro, yang susah itu nyamain tujuan agar gak terluka lagi ketika sudah melangkah bersama.” kata gue.

“Tapi kalau gak dicoba, mana tahu kan luka lagi atau bahagia lagi?” balasnya singkat.

“Untuk apa punya pengalaman pahit?”

“Tahu deh yang tiap pacaran pahit melulu.”

“KAMPRET!”

Dia hanya terkekeh.

Kemudian disela-sela gue sedang menunggu makan siang, gue tahu apa yang harus gue lakukan, dan gue tahu apa yang terbaik untuk gue. Cinta itu bukan tentang mencari, tapi tentunya bukan tentang menunggu. Lantas? Hanya diri kita dan tuhan yang tahu.


Posting Komentar

0 Komentar