Hujan Hanya Tentang Rintikan Air Dan Masa Lalu




Akhir-akhir ini cuaca seperti memberikan kode kepadaku, ceruk awan yang menggantung disana, dibumbui dengan ornament gelap yang memberhentikan pandangan untuk berlama-lama melihatnya. Ya, mendung.

Aku tidak tahu apa yang mereka nikmati, hanya sebongkah awan yang sebentar lagi akan mengguyurkan tetesan air ke bumi, tapi sepertinya mereka menikmati, sampai air itu gugur membasahi tubuh. Sampai mereka berteduh dibawah jaket bersama, dibawah pohon rindang. Aku lalu menyadari, jika ada sesuatu yang penting tentangnya. Genggaman dan pelukan kecil dikala guyuran hujan.

Terimakasih kau telah menjadi riuh di sunyi malamku, beralaskan rindu yang tak kau kunjungi lagi, terimakasih kau telah menjadi indah awan dilangit-langit pikiranku, menemani namun tak nyata, dan terimakasih kau telah menjatuhkanku kedalam hati yang kemudian terhempas oleh kerikil luka yang katanya tak pernah kita rencanakan.

Kemudian, dihujan berikutnya aku tak lagi melihat mereka bersama, mungkin sudah tak ada lagi atau mungkin sedang berada di guyuran tempat lain.

Hujan hanya tentang mimpi, mimpi aku dan bukan mimpi kamu. Aku hanya bermimpi sendirian.

Gerimis hanya tentang harapan, menantimu yang tak kunjung kembali.

Lalu kita sama-sama mengerti, jika menanti hanya melebarkan rasa lebih yang tak berujung, terus menanti hingga benar-benar tahu jika penantian hanya rindu yang tak terbalas.

Rasa itu sudah mati.

Posting Komentar

0 Komentar