Tentang Hal Lalu





Gue nulis ini disela-sela kesibukan mengerjakan draft novel untuk gue kirim ke penerbit gramedia, sekarang baru dapet 2 bab, rencana akan gue rampungkan sebanyak 15 bab. Selain penerbit gramedia, gue juga sudah mengirimkan naskah sebelum-sebelumnya, yaitu ke penerbit gagasmedia (Perjalanan Cinta), penerbit bukune (Secangkir Cinta) dan judul sementara yang gue buat adalah (Pengunjung Rindu) untuk gue kirim ke penerbit gramedia.

Hal pertama yang gue kejar dari seni menulis ini adalah, bukan untuk menjadi terkenal, tapi gue pengen sebuah karya dari hasil jeripayah gue bisa di nikmati dan dikenal banyak orang diluar sana, bagi gue terkenal dan royalty itu adalah bonus. Ya, bonus dari capeknya pikiran dan tenaga yang gue sisakan setelah gue selesai bekerja.

Hal diatas adalah tulisan pendek tentang naskah-naskah gue.

Setelah gue menyeruput kopi yang gue seduh sendiri, gue nggak ngerti kenapa kita sebagai manusia saling membenci ketika sudah merasa tidak cocok lagi, setelah kita sama-sama menjalin sebuah rasa yang lebih dari pertemanan, namun ketika sudah kandas, sebuah kebencian yang saling kita lemparkan. Pertanyaan gue kenapa hal ini bisa terjadi?

Gue pernah melakukan riset tentang hal ini, menanyakan kepada teman-teman yang pernah kandas dan pernah merasakan kembali ketika pernah kandas juga, jawaban mereka bervariasi.

Hal pertama yang mereka sampaikan adalah, saat sedang jatuh cinta semua hal-hal semakin indah, tapi ketika sudah terluka, rasa manis sudah pudar, bahkan ketika menyeduh teh panas dengan menambahkan beberapa sendok gula pun masih terasa pahit. Kecewa, mereka kecewa dan merasa ketidakcocokan karena perbedaan karakter, padahal ada yang bilang jika perbedaan lah yang mampu melengkapi semuanya, tapi tak sedikit yang mundur dengan perbedaan itu.

Hal kedua adalah waktu yang mereka miliki tak seluas semesta, hanya seluas lingkup mereka saja, seperti mereka harus saling memberi kabar setiap detik, padahal jika berbicara tentang cinta, masing-masing hati mempunyai waktu untuk hobi mereka, kegiatan mereka dan lain-lain. Ya, salah satu dari mereka ada yang terpaksa mundur dengan keadaan ini, hingga akhirnya kebencian setelah itu muncul.

Hal ketiga karena bosan, jika cinta sudah terselimuti oleh bosan untuk apalagi mencintai seseorang itu, sudah berapa waktu yang kita habiskan jika sudah terlepas oleh seseorang yang sudah melabeli hubungan ini dengan bosan. Tapi bodohnya, kita masih mengejar dan mengejar cinta itu, yang sudah jelas-jelas melabeli kita dengan stiker bosan.

Sedangkan hal keempat adalah ada pada diri kalian masing-masing.

Rasa yang sudah lama mati tak akan kembali lagi menjadi hal yang berarti, sudah terkubur dalam-dalam di ruang peti kenangan, sudah terkunci dengan rapat. Keterpaksaan bukan alasan untuk tetap mencintai seseorang yang sudah pergi, bahkan seseorang itu nggak mau lagi melihat kita ada didekatnya. Sampai pada akhirnya kita tetap menunggu, jika seseorang yang kita kejar tak berhenti dari berlarinya. Entah sampai kapan kita harus menunggu, entah berapa waktu yang sudah terbuang sia-sia untuk sebuah tunggu yang sia-sia ini, kegiatan ini selalu didasari dengan kalimat, “Terlanjur Cinta.” Jahat bukan?

Lalu, kita mulai menyesal, menyalahkan diri sendiri, merasa sudah melewati hati lain yang sudah lama menunggu, tapi kita nggak pernah mengerti dan nggak peka dengan sesuatu itu, kita lupa, dan kita hanya melihat hal yang sedang kita kejar, bukan melihat hal yang sudah membantu kita bangkit, mensupport bahkan membimbing kita untuk jalan kedepan lagi.

“Belum terlambat jika kita menyadarinya, bukan meratapinya sebagai hal yang sudah berlalu.”

Belum ada kata terlambat jika kita mulai sadar dan mulai mencari yang jelas-jelas memberi, bukan berlari tak menepi. Mencintai tak selamanya menjadi indah, kadang pahit dan kadang pula manis.

Udah dulu deh, kayaknya gue harus benar-benar berhenti, berhenti untuk tak mencintai kalian, kalian yang sudah merelakan beberapa waktu penting untuk membaca tulisan ini, thankiss



Posting Komentar

0 Komentar