Kembali Di Tempat Dulu Yang Penuh Dengan Luka

               
 #Playing..

“Seketika.. Dia yang dulu pernah ada.. pernah ada di hatimu Kini datang membuatmu bimbang..
Namun sayangnya tlah ku jatuhkan hati..”
***
“Dan bila kau tak kunjung tetapkan rasa. Di mana hatimu berada Kan ku lepaskan kau slamanya.
Dan bila kau tak kunjung lupakan dia.. Dia yang tlah membuatmu lukaKan ku ikhlaskan kau slamanya”




Padahal banyak tempat yang bisa dikunjungi lagi, selain tempat-tempat yang sudah pernah dikunjungi bersama seseorang. Seseorang yang pernah menjadi penting, kemudian dengan berjalannya waktu, akhirnya seseorang itu tidak lagi dianggap penting.

Dua piring es cream yang diatasnya ditaburi beberapa serpihan coklat menjadi teman bincang kita saat itu, kamu memilih meja di dekat dinding yang berwarna hijau, kamu bilang itu adalah tempat yang cocok untuk kita, tapi aku pernah mencoba menolak, karena terlalu dekat dengan kasir. Lalu kamu pura-pura cemberut agar aku menuruti kemauanmu. Ya, kamu pandai dalam mempertahankan kemauan. Aku masih ingat saat-saat seperti itu, ketika waktu yang sudah terlalu lama, akhirnya hanya sebuah kenangan saja saat ini.

Sekarang meja yang kamu jadikan tempat favorit masih sama, tapi dinding kafe sudah tidak berwarna hijau pekat, sudah agak memudar, mungkin seperti hubungan kita yang termakan oleh waktu, memudar. Menu-menu yang sering kita pesan masih sama, tapi racikannya sudah sedikit berbeda, sekarang ada buah cery sebagai racikan pemanis saat dihidangkan. Sudah banyak yang berubah, sama seperti hubungan kita, ternyata waktu berperan penting.

Entah kenapa aku seperti ingin kembali pada tempat masa lalu itu.

Dan di tempat lain yang pernah kita kunjungi, sempat beberapa waktu lalu aku kunjungi lagi, bukan untuk mengingat hal yang pernah membawa rasa bahagia atau pun luka, tapi entah ada perasaan apa aku ingin duduk disana sedari menghabiskan secangkir jus alpukat.

Ya, biasanya dua cangkir jus alpukat menjadi teman berbincang kita, sebelumnya aku tak pernah berencana, tapi setelah tempat dan minuman yang kamu pilih, entah kenapa ketika kita sedang berada disana, perbincangan kita menjadi sebegitu serunya, walapun kita sudah sering membicarakan hal yang sama di telfon.

Itu dulu, sekarang posisi meja dan kursi sudah banyak yang berubah, malahan sudah ada sofa berwarna cerah yang tersusun rapih disudut kafe, tapi berbeda dengan hubungan kita, sudah berwarna kelabu. Lalu tempat duduk yang bisa berputar, seperti arena bermain anak-anak sudah tidak ada lagi, padahal kamu sering bilang, jika aku duduk didalamnya akan seperti anak kecil yang lucu.

Kemudian kita sama-sama mengerti, jika dewasa tidak seperti anak kecil lagi, tidak memikirkan banyak hal seperti orang dewasa pikirkan, akan bagaimana setelah sebuah hubungan selesai, mereka tidak memikirkan hal itu. Tetapi kita selalu berpikir tentang itu, “Sayang, kita bisa sama-sama seperti ini terus?” katamu sedari menggenggam erat tanganku.

Pertanyaan yang sederhana, tapi karena waktu dan keadaan hal itu secara tidak langsung sudah terjawab.

Kemudian senja, aku pernah menikmati senja itu bersama kamu, memperhatikan dengan detail dan menikmatinya hingga benar-benar tenggelam. Dan beberapa waktu lalu entah ada perasaan apa, aku cukup terhanyut menikmati senja itu, senja yang sama, tempat yang sama, warna yang sama, tapi moment dan keadaan sudah berbeda. Kamu pernah bilang, “Aku suka warna senja, merah dan indah, membuat nyaman.” kamu berkata kepadaku sedari memperhatikan senja yang hendak tenggelam di perairan lepas.

Tapi setelah hal yang tidak kita rencanakan, sebuah perpisahan. Aku yakin jika warna senja sudah tidak berwarna merah, mungkin menjadi abu-abu, mungkin menjadi hitam. Tentang warna yang sudah tidak cerah lagi. Tapi tentang hal bahagia masih terasa ketika aku menikmatinya sendiri.

Aku bukan untuk kembali, bahkan aku tak berniat, aku hanya mengunjungi tempat dimana kita pernah mengganggap sebuah bahagia sebelum rasa pahit. Bagaimanapun kita pernah bersama, hanya semesta yang belum memberikan jalan indah untuk kita tempuh bersama, bukan seperti itu?

Diatas meja dan secangkir kopi cappuccino menjadi teman ku saat menulis ini, tulisan pendek tentang tempat yang pernah indah, tentang waktu yang pernah bahagia dan tentang kamu yang pernah penting. Setelah berakhirnya tulisan ini, percayalah aku sudah tidak lagi menunggumu, bahkan aku tak pernah menunggumu kembali, tentang hal yang sudah lama berlalu, tentang hal yang sudah lama berantakan. Aku hanya merindukan tempat ini, bukan kamu.

Dan kamu akan terus menjadi bagian penting didalam hidupku, tapi diruang masa lalu yang sudah terkunci rapat dalam peti mati bernama kenangan pahit.


Posting Komentar

0 Komentar