Tentang Masa Lalu Yang Seharusnya Menjadi Kelabu


Kadang hati gak pernah peka terhadap sesuatu hal yang udah lama hancur, berantakan bahkan gak berbentuk lagi. Yang hati tahu adalah bagaimana kembali lagi pada masa itu, dimana semuanya terasa masih menjadi penting, kenangan dan segala hal yang ada di dalamnnya.

Masa lalu bukan tempat berkumpulnya kembali, tapi di sana hanya tempat untuk mengubur dalam-dalam tentang kenangan, kenangan pahit dan kenangan manis, bukan untuk di kunjungi, lalu membuka kembali sesuatu hal yang udah lama terkubur.

Kotak kenangan yang sudah lama terkubur hanya akan menimbulkan luka (lagi), ketika kamu mencoba menggali dan membuka kunci pahit yang telah tertutup rapat.

Tapi segala hal tentang luka kadang gak berarti lagi, hanya sebuah kata "kita bisa kok, kayak dulu lagi." tentang ungkapan yang, yang menurut gue itu hanya tentang harapan palsu, dan ketika harapan itu dianggap nyata, hanya akan ada luka (lagi).


Seorang teman pernah bertanya di sela-sela kita nongkrong bareng di kedai kopi.

"Menurut lo, gue mesti nemuin dia lagi gak, Win?" kata dia sedari menyeruput teh hangat.

Gue melempar pandangan kearah jalan, lalu melihat kembali ke arahnya.

"Lo tahu konsep cinta? dimana keduanya saling membutuhkan, sekarang gue tanya. Lo masih dianggep gak sama dia?" balas gue.

"Gue gak tahu, tapi gue ngerasa dia udah berubah deh, ya mungkin dia gak butuh gue atau mungkin juga butuh, gue gak tahu pasti."

"Gini, dasarnya pengen ketemu itu untuk apa?" gue bertanya.

"Gue cuma kangen kok." jelasnya singkat.

"Kangen aja itu, balikan yang ketunda loh." kata gue sedari menyeruput susu jahe yang masih panas.

Sebenarnya gak ada yang salah kok dengan mencoba kembali pada masa lalu, tapi apa bagi gue, balik lagi di masa lalu hanya akan menuai rasa kelabu yang udah lama punah, membangkitkan lagi luka itu ke permukaan.

"Coba aja ketemu, siapa tahu nanti bisa jadian lagi." kata gue cengengesan.

"Gak mungkin deh, soalnya dia cuma beberapa bulan aja ada disini, nanti pergi ke pulau sebelah." katanya ragu.

"Terus?"

"Gue gak tahu, nih."

"Setiap kepulangan selalu ada kepergian, mereka selalu melengkapi tapi gak ditakdirkan bersama." jelas gue menganalogikan cinta.

Dia cuma diam dan gak ngejawab apa-apa.

Gue pernah coba balik lagi di masa lalu, coba melihat kembali sesuatu yang udah berantakan dengan bertemu masa lalu lagi, gue berpikir apa mungkin selama perpisahan yang udah lebih dari tiga ratus hari itu dapat mengubah seseorang jadi lebih baik, gak semudah itu, gue masih merasakan hal yang sama saat terakhir kali kita mengucap kata selesai.

Lalu gue menyadari satu hal, jika sesuatu yang sudah berantakan, gak seharusnya di rapihin lagi, gue jadi belajar untuk mencari ornament hati lain, untuk mengisi dinding kenangan yang porak-poranda di terjang badai luka lalu, menata kembali semua yang hancur, tapi bukan dengan masa lalu. Masih banyak yang harus di cari dan dirapihkan, tentunya di masa depan.

Diatas meja yang berisi dua cangkir minuman hangat dan beberapa roti bakar menemani obrolan kami malam ini, setelah itu kami kembali, kembali ke rumah masing-masing, sesampainya di rumah, gue merebahkan tubuh, menerawang ke langit-langit kamar dan gue yakin apa yang harus gue lakukan untuk obrolan penting bersama teman malam ini.