Di Persimpangan Luka

Foto: wallpoper

"Manusia di Persimpangan. Dia tidak tahu harus kemana ke kanan atau ke kiri. Dia tidak tahu karena hanya sendirian. Tidak ada tempat bertanya, daripada terdiam, duduk menunggu kanan atau kiri, dia memilih untuk mundur ...
Mundur lebih baik baginya daripada berhenti berjalan.
Berjalan mundur itu tidak bisa secepat berjalan maju
Jika terburu-buru dia bisa jatuh.. Tetapi itu lebih baik daripada bertaruh pada jalan yang tak pasti di persimpangan. 
Saat ini dia membutuhkan seseorang untuk menuntunnya berjalan mundur, agar ketika jatuh dia tidak merasa sendirian, ada tempat baginya untuk berbagi rasa sakit agar dapat berkurang dan ada tempat baginya untuk berbagi kebahagiaan supaya bisa berlipat ganda.."
Itu petikan kata yang ada di adegan Mili & Nathan.

Dia berjalan terus mengikuti arah tanpa tujuan, berjalan di atas sisa sisa langkah yang pernah ia lalui, sedikit asa yang muncul ketika sisa langkah itu ada yang menemani disampingnya, di ujung persimpangan sana, mereka saling menggenggam tangan, seperti tak ingin terpisah oleh waktu yang telah mereka lalui.

Ia hanya diam membisu di atas sisa langkah mereka, dengan hati hati ia hanya menerawang dari kejauhan agar tak tampak oleh mereka. Di persimpangan itu, ia mendapati luka.. luka yang tak seperti biasanya. Luka yang menancapkan perihnya sebegininya. Ia mulai rapuh, hanya berteman sepi dan sedikit bulir mendung yang jatuh dari mata tak mampu terbendung lagi, jatuh dengan perlahan berselancar di tebing pipi.

Ia tersenyum, ia bahagia dan ia pun sedih.

Tak ada yang lebih menyakitkan saat melihat mereka tersenyum bahagia, ia mengerti tentang senyuman bahagia itu. Namun, senyum itu bukan untuknya apalagi tersenyum bersamanya kembali ketika semua ini belum berakhir.

Ia mulai mundur dengan hati hati, seperti manusia di persimpangan, berjalan mundur tak semudah berjalan kedepan, kalau terlalu cepat akan terjatuh tapi kalau tidak cepat akan semakin terluka, saat ia berjalan mundur, ia membutuhkan teman untuk menuntunya agar tidak terjatuh, karena terjatuh rasanya sakit. Di persimpangan itu, tentang luka yang ia miliki seperti hati yang mulai terkoyak karena mimpi.

Di persimpangan itu, ia mulai menyadari tentang memilih. Mencari tujuan dari balik arahnya harapan yang ia sandarkan kepada seseorang, mencari jalan yang menuntunya menjauhkan tentang sepi, mendekatkannya dengan seseorang lain disana, tapi tak pernah ada yang seperti dia.

Di persimpangan luka, untuk siapa lagi bahu yang kosong ini, untuk siapa lagi celah jari ini setelah semuanya pergi. Tak akan pernah ada, tanpamu.

Di persimpangan luka, ia menyendiri.
Di persimpangan luka, ia kembali dalam sepi.
Di persimpangan luka, ia pergi.

Di persimpangan luka..


Posting Komentar

0 Komentar